Jumat, 02 September 2011

PERBANDINGAN JENIS SERANGGA BERDASARKAN TINGKAT KETERTARIKAN PADA UMPAN DI DAERAH TEPI TELAGA DAN DALAM HUTAN TAMAN WISATA ALAM TELAGA WARNA DENGAN TEKNIK PITFALL TRAP

PERBANDINGAN JENIS SERANGGA BERDASARKAN TINGKAT KETERTARIKAN PADA UMPAN DI DAERAH TEPI TELAGA DAN DALAM HUTAN TAMAN WISATA ALAM TELAGA WARNA DENGAN  
TEKNIK PITFALL TRAP
(Proposal Penelitian Studi Ilmiah Biologi 2011)

 
Gita Wulandari         3415092314
Irfan Ariffianto         3425
Riko Pandu Wijaya  3415106803


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011


BAB I
PENDAHULUAN
1.     1.   Latar Belakang
            Taman Wisata Alam, Telaga warna, Cibulao memiliki berbagai jenis serangga yang beranekaragam. Serangga tanah memiliki struktur dari caput, thorax,dan abdomen dengan keunikan masing-masing. Keunikan itu disesuaikan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh serangga tanah tersebut salah satunya adalah jenis makannan yang dikonsumsi oleh serangga tanah tersebut.
Serangga tersebut ada yang memakan kotoran, ada yang memakan serangga lain dan ada yang memakan dedaunan yang ada.  Perbedaan makanan tersebut mengakibatkan serangga-serangga tanah tersebut juga memiliki kesukaan terhadap jenis rangsangan tertentu terutama jenis rangsangan bau dan permukaan dari suatu material. Dari berbagai jenis tehnik pengamatan seragga yang ada dan sering digunakan oleh peneliti, tehnik pit fall trap adalah tehnik yang cocok dengan penelitian kali ini. Serangga akan mendatangi daerah yang memberikan rangsangan sesuai dengan kebutuhan mereka. 
Perbedaan rangsangan diberikan untuk mengetahui jenis umpan yang mana yang paling banyak terjebak serangga tanah di dalam perangkap tersebut sehingga kita mengetahui jenis umpan mana yang paling digemari oleh serangga tanah baik yang ada sekitar danau maupun dengan serangga yang tanah yang berada di dalam hutan.
2.       2. Rumusan masalah
          a.  Jenis umpan mana yang paling mampu menarik banyak serangga tanah baik yang berada disekitar danau dan di dalam hutan?
            b. Bagaimanakah perbandingan jenis serangga yang ada di tepi danau dan dalam hutan?
3.      3. Tujuan penelitian
            Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian kali ini adalah :
1.      Mengetahui perbandingan jenis serangga di dekat danau dengan yang di dalam hutan.
2.      Mengetahui jenis umpan yang paling banyak digemari oleh serangga-serangga tanah yang berada di sekitar danau dan di dalam hutan.
3.      Mengetahui serangga tanah apa saja yang hidup di daerah dekat perairan dan serangga yang terdapat di daerah dalam hutan.
4.      4. Manfaat
            Manfaat yang ingin dicapai adalah
a.                   Memberikan informasi terkait jenis umpan yang paling digemari oleh serangga-serangga tanah.
b.                  Membantu dalam pendataan keanekaragaman jenis serangga tanah yang ada disekitar danau dan yang berada di dalam hutan daerah Taman Wisata Alam Telaga Warna, Cibulao, Bogor.
c.                   Mengetahui perbandingan jenis serangga tanah di dekat perairan dan dalam hutan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.      Perbandingan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perbandingan berasal dari kata banding yang berarti persamaan atau imbangan, sedangkan bila ditambah kan awalan dan imbuhan per–an (per-banding-an) maka akan memiliki arti perbedaan (selisih) kesamaan. Jadi perbandingan merupakan suatu hal yang yang  dilihat kesamaan dan perbedaannya.

2.      Serangga
Serangga merupakan makhluk hidup yang mendominasi bumi. Kurang lebih 1 juta spesies serangga telah dideskripsi (dikenal dalam ilmu pengetahuan), dan diperkirakan masih ada sekitar 10 juta spesies serangga yang belum dideskripsi (Tarumingkeng, 2001, dalam Ruslan, 2009). Keanekaragaman yang tinggi dalam sifat-sifat morfologi, fisiologi dan perilaku adaptasi dalam lingkungannya, dan demikian banyaknya jenis serangga yang terdapat di muka bumi, menyebabkan banyak kajian ilmu pengetahuan, baik yang murni maupun terapan, menggunakan serangga sebagai model.
Serangga merupakan hewan beruas dengan tingkat adaptasi yang sangat tinggi. Fosil-fosilnya dapat dirunut hingga ke masa Ordovicius. Fosil kecoa dan capung raksasa primitif telah ditemukan. Sejumlah anggota Diptera seperti lalat dan nyamuk yang terperangkap pada getah juga ditemukan. Hewan ini juga merupakan contoh klasik metamorfosis. Setiap serangga mengalami proses perubahan bentuk dari telur hingga ke bentuk dewasa yang siap melakukan reproduksi. Pergantian tahap bentuk tubuh ini seringkali sangat dramatis. Di dalam tiap tahap juga terjadi proses "pergantian kulit" yang biasa disebut proses pelungsungan. Tahap-tahap ini disebut instar. Ordo-ordo serangga seringkali dicirikan oleh tipe metamorfosisnya (Isfaeni, 2010).
Secara morfologi, tubuh serangga dewasa dapat dibedakan menjadi tiga bagian utama, sementara bentuk pradewasa biasanya menyerupai moyangnya, hewan lunak beruas mirip cacing. Ketiga bagian tubuh serangga dewasa adalah kepala (caput), dada (thorax), dan perut (abdomen).
Serangga mampu hidup dimanapun, bahkan ada serangga yang mampu hidup tanpa oksigen sekalipun. Hal ini dikarenakan serangga mampu beradaptasi dengan segala kondisi yang membuat variasi morfologi sesuai dengan cara adaptasi mereka dengan lingungannya. Ada serangga yang mampu terbang, serangga yang hidup di air dan banyak yang hidup di terestrial atau diatas permukaan tanah.
Serangga tanah adalah serangga yang hidup di tanah, baik yang hidup di permukaan tanah maupun yang terdapat di dalam tanah (Suin,1997 ) Penguraian akan menjadi lebih sempurna apabila hasil ekskresi fauna ini dihancurkan serangga pemakan bahan organik yang mambusuk, membantu merubah zat-zat yang membusuk menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Banyak jenis serangga yang sebagian atau seluruh hidup mereka di dalam tanah. Tanah tersebut memberikan serangga suatu pemukiman atau sarang, pertahanan dan seringkali makanan. Tanah tersebut diterobos sedemikian rupa sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara, tanah juga dapat diperkaya oleh hasil ekskresi dan tubuhtubuh serangga yang mati. Serangga tanah memperbaiki sifat fisik tanah dan menambah kandungan bahan organiknya (Borror dkk., 1992). Wallwork (1976) dalam Ruslan (2009), menegaskan bahwa serangga tanah juga berfungsi sebagai perombak material tanaman dan penghancur kayu. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur, cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya. Jumlah famili dan individu serangga permukaan tanah dari Ordo Coleoptera, Diptera dan Hymenoptera lebih banyak ditemukan dibandingkan dengan ordo yang lain. Hal ini dapat disebabkan karena serangga tersebut merupakan serangga yang umum dan banyak jumlah suku yang beraktivitas di permukaan tanah (Borror dkk., 1992). Aktifitasnya sebagai dekomposer dalam ekosistem sangat berperan penting bagi kehidupan. Serangga tanah merupakan salah satu kelompok serangga yang memegang peranan penting dalam ekosistem. Serangga tanah memiliki kemampuan untuk beradaptasi di permukaan tanah dan di dalam tanah. Serangga permukaan tanah dapat melubangi tanah sehingga tanah menjadi lebih mengandung udara.
3.     3.  Pit Fall Trap
Menurut Safrinet, 2000, pit fall trap adalah suatu jebakan yang menggunakan gelas pelastik, pot tanaman, yang digunakan untuk menjebak burung atau serangga yang tidak terbang khususnya kumbang, laba laba, pseudoscorpion, belalang dan yang  yang hidup di atas pemukaan tanah. Gelas ditempatkan di lubang yang rata dengan tanah. Dalam perangkap diisi dengan suatu larutan yang mampu membunuh dan mengawetkan serangga yang terjebak. Penambahan umpan kedalam jebakan bisa membuat jebakan semakin efektif. Tipe jenis umpan bergantung spesimen apa yang ingin didapatkan.
                                  
                                             Gambar : Pit fall Trap (Safrinet, 2000)

Gambar : Foto pitfall trap (Hasni Ruslan, 2009)
4.      Hutan
Hutan adalah karunia alam yang memiliki potensi dan fungsi untuk menjaga keseimbangan lingkungan. Potensi dan fungsi tersebut mengandung manfaat bagi populasi manusia bila dikelola secara benar dan bijaksana. Kelestarian manfaat yang timbul karena potensi dan fungsi didalamnya dapat diwujudkan selama keberadaannya dapat dipertahankan dalam bentuk yang ideal. Soeriaatmadja (1997) dalam Ruslan (2009) menjelaskan hutan juga memberikan pengaruh kepada sumber alam lain. Pengaruh ini melalui tiga faktor lingkungan yang saling berhubungan, yaitu iklim, tanah, dan pengadaan air bagi berbagai wilayah, misalnya wilayah pertanian. Pepohonan hutan juga mempengaruhi struktur tanah dan erosi, jadi mempunyai pengaruh terhadap pengadaan air di lereng gunung. Hutan yang terletak di sekitar kawasan gunung juga berperan dalam menjaga dan mempertahankan keseimbangan ekologis, keberadaannya sangat bermanfaat bagi kehidupan yang ada di bawah kawasannya. Ketersediaan air yang cukup bagi berbagai macam kebutuhan, kelestarian hasil tanaman produksi melalui kesuburan tanah yang terjaga, dan keamanan fungsi lindung bagi ekosistem disekitarnya merupakan nilai yang ditawarkan dari keberadaan hutan disekitar kawasan gunung.
Hutan yang terdapat di Indonesia adalah hutan Hujan. Hutan hujan di Indonesia memiliki ciri – ciri curah hujan antara 200 sampai 225 cm tiap tahunnya. Szujecki (1987) dalam Rahmawaty (2000), mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan serangga tanah di hutan, adalah, struktur tanah berpengaruh pada gerakan dan penetrasi, kelembaban tanah dan kandungan hara berpengaruh terhadap perkembangan dalam daur hidup, suhu tanah mempengaruhi peletakan telur,cahaya dan tata udara mempengaruhi kegiatannya.

5.      Cagar Alam telaga Warna Cibulao
Kawasan hutan Telaga Warna ditetapkan sebagai Cagar Alam (CA) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 481/Kpts/Um/6/1981 tanggal 9-6-1956, seluas 268,25 Ha. Kemudian sebagian areal yang meliputi sebuah telaga, berubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam (TWA) seluas 5 Ha. Telaga warna terletak di sekitar Puncak Pass dan tidak jauh dari hutan raya Bogor Cianjur, yang secara administrasi pemerintahan termasuk dalam Desa Tugu, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.

                                         Gambar :Taman Wisata Alam Telaga Warna. 



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.    WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Maret - April 2012 di Taman Wisata Alam Telaga Warna, Bogor, Jawa Barat
B.     METODE
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik pengambilan sampel menggunakan teknik pitfall trap (perangkap sumuran). Gelas pitfall trap disusun   line transect dan 900  dengan danau.



C.    ALAT DAN BAHAN
Alat:
1.      Gelas plastik beserta tutup
2.      Kawat sepanjang 10cm (40 buah)
3.      Tang
4.      Syrink
5.      Alkohol 70 %
6.      Botol Film
Bahan:
1.      Madu
2.      Urin
3.      Minyak tanah
4.      Air deterjen
5.      Pisang
D.    CARA KERJA
1.      Menentukan titik penempatan jebakan.
2.      Membuat lubang di tanah sebesar mulut gelas jebakan.
3.      Meletakkan madu, minyak tanah, air deterjen, pisang, dan urin pada setiap gelas plastik sebagai umpan.
4.      Menutup gelas plastik yang telah diberi umpan dengan jarak 5 cm dengan tutupnya dan menggunakan kawat sepanjang 10 cm sebagai penyangga.
5.      Meletakkan gelas yang telah diberi umpan ke dalam tanah dan pastikan mulut botol telah rata dengan tanah. Jarak antara satu gelas dengan yang lainnya adalah satu meter.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar